-->

Pengalaman Saya Tinggal Di Jeddah Arab Saudi Dan Shalat Di Masjidil Haram


Saya terlahir dari keluarga muslim. Ibu bapak saya sudah muslim dari sejak lahir. Meski orang tua mereka sedikit menganut kepercayaan, dimana tanggal-tanggal tertentu mereka harus menyelenggarakan suatu upacara sakral, saya sendiri kurang faham.

Pergaulan saya yang tak pandang bulu, membuat saya kurang memahami betul agama islam. Teman saya ada yang dari kristen, khatolik dan ada juga yang islam seperti saya.

Pemahaman saya mengenai islam sangat minim. Begitu pula hafalan surat saya. Saya kurang pandai dalam membaca Al-Qur’an. Kemampuan saya berbahasa arab bukan berarti saya pandai dalam memahami apa arti semua ayat-ayat suci tersebut.

Saya tinggal di jeddah,KSA. Dari hari pertama saja saya sudah mendapatkan begitu banyak pembelajaran. Terutama posisi shalat dan gerakannya. Di indonesia, saya shalat saja jarang. Berdosa sekali saya. Disini, sedikit demi sedikit saya mulai memperbaiki semuanya.

Dimulai dari persiapan. Saya baru tahu, ternyata pria juga seharusnya pipis jongkok, bukan berdiri. Dan ini yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Saya baru tahu, ternyata bila memenuhi syarat, kita bisa hanya mengusap kaos kaki kita ketika wudhu, tak perlu membilas kaki kita langsung. Air yang dipakai untuk wudhu hendaknya seirit mungkin, jangan menghambur-hamburkan air (meskipun stok air bersih disini mashaallah melimpah ruah).

Selesai wudhu, kita masuk mesjid. Eiitss.. jangan buru-buru. Perhatikan baju kita. Selain suci, pastikan benar-benar menutup aurat. Termasuk daerah bertemunya kaos dan celana, jangan sampai punggung kita terpapar saat kita sujud nanti. Perhatikan detail baju kita, jangan ada motif atau photo atau gambar mahluk hidup seperti manusia atau hewan, juga tokoh kartun meskipun hanya potongan bagian bagian tubuh. Haram kita memakainya ke mesjid, apalagi kita pakai untuk shalat. Saya sarankan buat ibu-ibu atau bapak-bapak, yang suka mengenakan anak perempuannya yang masih kecil dengan mukena motif kartun atau tokoh tokoh lucu, sebaiknya ganti dengan mukena polos tanpa gambar-gambar tersebut. Pengalaman saya disini, saya tidak boleh masuk mesjid saat saya memakai kaos bergambar tokoh dengan kamera ditangannya, kemudian saya memakai jaket untuk menutupinya baru saya diperbolehkan masuk.

Biasakan shalat dua rakaat sebelum shalat wajib, Tahyatul mesjid sebagai shalat penghormatan kita terhadap mesjid jika memang waktunya memungkinkan. Disini saya baru tahu, sebelum al-fatihah kita membaca taudz, Audzubillah.. dulu saya langsung ke Bismillahirahmanirrahim.

Ketika shalat berjamaah, pastikan jika kita ma’mum, ujung kaki kita bersentuhan dengan ujung kaki orang yang ada di kiri kanan shaf kita. Jangan sampai ada celah, Syetan akan menempati tempat kosong tersebut.

Ketika sujud, kedua kaki kita selayaknya bertemu dan berhimpitan. Bukannya dibuka lebar karena merasa badan kita kekar mas bro. untuk pria, perut sedikit diangkat jangan terlalu dekat dengan paha, beri ruang kosong kecuali bila perut anda terlalu mengganjal. Angkat siku, lengan jangan dibiarkan terjuntai di lantai sampai siku. Nah disini saya merasa kagum dengan orang-orang arab dan sekitarnya. Mereka berbadan kekar tinggi besar, tapi ketika sujud bisa begitu rapi tanpa ada sikut-sikutan. Mereka menyelaraskan lebarnya lipatan siku, bukan membentangkannya sehingga mengganggu sodara kita di sebelahnya.

Ketika salam, tidak ada yang berjabat tangan. Berjabat tangan, salam atau cium pipi kanan kening ujung hidung dan sebagainya dilakukan saat mereka bertemu ketika shalat selesai dan bubar. Sedikit kekeliruan yang harus kita benahi saat shalat jumat, ada orang baru datang ketika khutbah, kemudian dia shalat dua rakaat, setelah salam dia meinta berjabat tangan dengan beberapa orang di kiri kanan depan belakangnya. Ketika khatib berkhutbah, kita dilarang melakukan kegiatan apapun, kita wajib mendengarkannya, meskipun kita tidak memahami bahasa khatib tersebut. Jadi, bilamana anda mau bersalaman dengan sodara-sodara muslim yang lainnya, bisa dilakukan ketika shalat jum’at usai, bukan saat khatib berkhutbah.

Kalian mau shalat berjamaah tapi hanya dua orang saja, kamu dan satu orang lainnya. Boleh berjamaah, terus bagaimana posisinya ?. Di indonesia, bila hal itu terjadi pada saya, saya atau satu orang sebagai imam akan berada di depan sedangkan satu orang sebagai ma’mum akan berada di belakangnya. Berbeda dengan disini. Keduanya akan shalat bersama dalam satu shaf, dan apabila datang satu orang lain yang ingin ikut berjamaah, dia akan menepuk bahu atau menarik perlahan ujung baju orang yang ada di sebelah kanan. Kemudian orang yang sebelah kanan itu akan mundur perlahan dan menyesuaikan posisi sebagai satu shaf baru bersama dengan orang yang baru datang tadi. Semua sudah mengetahui bahwa yang di sebelah kiri adalah imam, jadi tidak mungkin orang baru tadi menarik imam kebelakang.

Yang lebih kaget lagi adalah ketika dibacakan ayat sajadah ketika shalat. Pengalaman pertama saya di masjidil haram, ketika imam sampai pada ayat sajadah, imam bertakbir dan saya kira itu takbir untuk ruku, ternyata semuanya sujud kemudian imam bertakbir lalu semua bangkit kemudian imam melanjutkan bacaan ayat-ayatnya. Saya sangat kaget pada saat itu merasa kalo gerakan saya tadi salah, karena beberapa orang disebelah saya ternyata ruku.

Semua hal-hal diatas mungkin saya tidak akan pernah mengetahuinya jika saja saya tidak berpindah kesini. Tetap di indonesia dengan pergaulan yang begitu begitu saja. Allah Kareem.

Ditulis Oleh :

Dede Kurniawan
Administration di Pinehill Arabia Food Limited

0 Response to "Pengalaman Saya Tinggal Di Jeddah Arab Saudi Dan Shalat Di Masjidil Haram"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel